Tutup Iklan
Berita

Perubahan Iklim Ekstrim Menjadi Bahasan Negara Asia Pasifik

5
×

Perubahan Iklim Ekstrim Menjadi Bahasan Negara Asia Pasifik

Sebarkan artikel ini
Kepala BNPB dalam pembukaan ADEXCO dan GFSR di Jakarta (dok: Humas/Berita Raya)

Perubahan iklim yang ekstrim menjadi permasalahan negara – negara di belahan dunia seperti dalam kegiatan Asia Disaster Management and Civil Protection Expo & Conference (ADEXCO) dan Global Forum for Sustainable Resilience (GFSR) ke-2 di JIEXPO, Jakarta, pada 11 – 14 September 2024.

Indonesia dan negara-negara Asia Pasifik lain menghadapi dampak perubahan iklim dan potensi ancaman bencana. Tantangan tersebut terus dijawab dengan berbagai inovasi teknologi dan pembelajaran berbagai pihak, melalui ADEXCO dan GFSR, untuk mencari solusi berkelanjutan.

Pembukaan acara tersebut Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto menyampaikan, problem tersebut merupakan panggung berbagai inovasi, teknologi dan solusi di bidang kebencanaan.

“Forum pameran teknologi dan konferensi ini untuk saling berbagi informasi dan praktik baik di kawasan,” ujar Kepala BNPB melalui press release BNPB, Rabu (09/09/2024).

Suharyanto menambahkan, ADEXCO dan GFSR merupakan wujud nyata dari upaya membangun sistem yang kuat, sistem tidak hanya mampu merespons saat terjadi bencana, tetapi juga berorientasi pada mitigasi risiko dan kesiapsiagaan.

Pada kesempatan itu, Letjen TNI Suharyanto juga mengatakan bahwa penyelenggaraan dua kegiatan ini menandai komitmen bersama terhadap resiliensi berkelanjutan dan penguatan strategi pengurangan risiko bencana di kawasan.

Pada konteks Indonesia, resiliensi berkelanjutan ini sangat penting mengingat situasi Indonesia sangat rawan terhadap bencana. Pada tahun 2023 lalu, BNPB mencatat 5.400 kejadian bencana. Dari jumlah tersebut, 95% merupakan bencana hidrometeorologi. Angka ini naik 52% dari tahun sebelumnya.

Kepala BNPB menggarisbawahi bahwa perubahan iklim, urbanisasi dan perubahan tata guna lahan berkontribusi dalam frekuensi bencana, meskipun dari jumlah korban dan kerusakan infrastruktur menunjukkan tren penurunan.

BNPB berharap dengan penyelenggaraan kegiatan ini dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman untuk penguatan resiliensi berkelanjutan. Ini merupakan upaya membangun sistem yang kuat.

“Sistem yang tidak hanya mampu merespons saat terjadi bencana tetapi juga berorientasi pada mitigasi risiko dan kesiapsiagaan,” tambahnya.

Di pengujung, Suharyanto menyampaikan harapannya kerja sama antar negara dapat membangun kawasan yang lebih tangguh, yang tidak hanya siap menghadapi bencana, tetapi juga mampu bangkit lebih kuat setelahnya.

“Mari kita mulai dari sekarang karena masa depan dunia ada di tangan kita semua,” pesan Suharyanto.

Sementara itu, ADEXCO 2024 ini merupakan penyelenggaraan pameran dengan tema ‘Advancing Sustainable Resilience’ dengan menghadirkan pengalaman kepemimpinan, expertise, serta produk inovasi dan teknologi dalam penanggulangan bencana dari pemerintah, lembaga donor, dunia usaha dan mitra lain. Ajang ini dibuka untuk umum mulai hari ini (9/9), di Hall 2D, JIEXPO Kemayoran dari jam 09.00 – 17.00 WIB.

Sedangkan GFSR, ini merupakan forum untuk membahas berbagai topik mengenai resiliensi berkelanjutan. Acara ini akan menghadirkan para narasumber dengan pembahasan berbagai sudut pandang, khususnya inovasi, teknologi dan industrialisasi kebencanaan.

Inovasi dan teknologi kebencanaan ini menjadi bagian dari empat pilar resiliensi berkelalanjutan yang diusung Indonesia. Konsep ini telah disampaikan Presiden Joko Widodo pada Global Platform for Disaster Risk Reduction pada 2022 silam. ASEAN juga telah menerima dan menyepakati semangat ini dalam Deklrasi Pemimpin ASEAN pada ASEAN Summit 2023 lalu.

Acara pembukaan ADEXCO ke-3 dan GSFR ke-2 ini dihadiri daring dan luring tamu undangan dari Republik Fiji, SCDF, Kantor regional Asia-Pasifik PBB untuk pengurangan risiko bencana, Kementerian Perindustrian, Sekretariat ASEAN, lembaga internasional dan dunia usaha. (Fendi)