Tutup Iklan
Berita

Amin Ak Akui Kesulitan BUMN Menerapkan GCG Bila Ada Main di Dalam

9
×

Amin Ak Akui Kesulitan BUMN Menerapkan GCG Bila Ada Main di Dalam

Sebarkan artikel ini

Perilaku koruptif yang dilakukan oleh oknum auditor BPK menciptakan dilema besar dalam upaya menegakkan Good Corporate Governance (GCG) di tubuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Penerapan GCG tidak hanya menjadi fondasi bagi tata kelola perusahaan yang baik, tetapi juga sebagai penentu keberhasilan dalam menjalankan bisnis BUMN secara berkelanjutan.

Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin Ak mengaku prihatin dengan terungkapnya fakta persidangan kasus korupsi dalam proyek konstruksi pembangunan Jalan Tol Jakarta Cikampek II elevated STA.9+500 – STA.47+000 alias Tol MBZ.

Dalam persidangan, Direktur Operasional PT Waskita Beton Precast Tbk. (WSBP) Sugiharto, yang dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Direktur PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC) periode 2016–2020 Djoko Dwijono dan kawan-kawan, mengaku sempat menyiapkan Rp10 miliar untuk memenuhi permintaan dari BPK.

Sejumlah kasus lain juga mengungkap perilaku koruptif oknum auditor BPK juga terungkap dalam beberapa persidangan kasus korupsi. Diantaranya kasus korupsi terkait proyek BTS 4G Kementerian Komunikasi dan Informatika, di mana Anggota III BPK Nonaktif, Achsanul Qosasi, disebut-sebut meminta uang untuk memanipulasi hasil audit.

Kemudian dalam persidangan kasus korupsi di Kementerian Pertanian, seorang pejabat eselon Kementan yang menjadi saksi mengungkapkan bahwa ada oknum BPK yang meminta uang hingga Rp 12 miliar untuk mengondisikan opini WTP untuk Kementan.

“Auditor BPK yang seharusnya berfungsi sebagai pengawas dan penjamin transparansi malah menjadi bagian dari masalah korupsi itu sendiri. Hal ini tidak hanya merusak citra BPK sebagai lembaga independen, tetapi juga menghambat proses penegakan GCG di BUMN,” tegas Amin. Kamis (15/05/2024).

Masih adanya auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang berperilaku koruptif akan menghambat upaya penegakan GCG di BUMN. BPK semestinya menjadi benteng terdepan pencegahan kasus korupsi baik di lembaga pemerintahan maupun BUMN.

Salah satu dampak langsung dari perilaku koruptif ini adalah terganggunya proses audit yang seharusnya menjadi alat kontrol efektif terhadap penerapan prinsip-prinsip GCG di BUMN.

Ketika auditor yang bertugas melakukan pemeriksaan justru terlibat dalam tindakan korupsi, maka hasil audit tidak lagi dapat diandalkan. Ini berarti bahwa laporan keuangan yang seharusnya mencerminkan kondisi riil perusahaan bisa dimanipulasi.

Selain itu, korupsi yang melibatkan auditor BPK juga menciptakan ketidakadilan bagi BUMN yang telah berusaha keras menerapkan GCG. BUMN yang patuh terhadap prinsip-prinsip GCG akan merasa dirugikan ketika melihat BUMN lain yang mungkin tidak sepatuh mereka, bisa lolos dari pengawasan atau memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) karena adanya kolusi dengan auditor BPK.

“Ini sangat disayangkan, auditor yang seharusnya bersikap objektif dan independen, justru terjebak dalam praktik suap dan gratifikasi. Ini menunjukkan adanya celah dalam sistem pengawasan yang seharusnya menjaga auditor BPK agar tetap berada pada jalur yang benar,” kata Amin.

Upaya meningkatkan kualitas GCG di BUMN sangat penting. Idealnya hal itu bisa dilakukan dengan memperkuat sistem internal kontrol, meningkatkan kompetensi SDM, dan memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil selalu berlandaskan pada prinsip-prinsip GCG.

Penegakan prinsip GCG di BUMN adalah sebuah proses yang membutuhkan komitmen dan kerja keras dari semua pihak. Tanpa adanya integritas dari auditor BPK, upaya tersebut akan selalu menemui hambatan. Oleh karena itu, perbaikan sistem dan peningkatan integritas auditor BPK menjadi kunci utama dalam mewujudkan GCG yang efektif di BUMN.
Amin pun mendesak agar dilakukan reformasi menyeluruh di BPK, mulai dari proses rekrutmen, pelatihan, hingga sistem pengawasan yang lebih ketat.

Peningkatan transparansi dan akuntabilitas juga harus menjadi prioritas, agar publik dapat memantau dan mengevaluasi kinerja auditor BPK.
Selain itu, pemberian sanksi yang tegas dan adil bagi auditor yang terbukti melakukan tindakan koruptif harus dilakukan untuk memberikan efek jera.

Karena bagaimanapun, sulit menegakkan tata kelola yang baik di lembaga pemerintahan maupun BUMN jika masih ada auditor BPK yang berperilaku koruptif. Sangat penting untuk menjaga integritas auditor BPK dan transparansi kinerjanya agar GCG dapat ditegakkan dengan baik. Sehingga masa depan BUMN dan perekonomian Indonesia secara keseluruhan bisa lebih baik. (Fendi)