Tutup Iklan
Lumajang Raya

Anggota DPR RI Fraksi PKS Minta Dikaji Dampak Lingkungan Sebelum Diterbitkan Aturan Ekspor Pasir Laut

4
×

Anggota DPR RI Fraksi PKS Minta Dikaji Dampak Lingkungan Sebelum Diterbitkan Aturan Ekspor Pasir Laut

Sebarkan artikel ini
Amin AK anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS mengingatkan regulasi ekspor pasir laut mengancam kehidupan nelayan (dok: Istimewa/Jatim Raya)

Lumajang – Pemerintah berencana menerbitkan peraturan teknis terkait ekspor pasir laut atau pengelolaan hasil sedimentasi laut pada bulan Maret 2024. Menanggapi pertanyaan wartawan terkait hal ini, Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin AK, mendesak pemerintah untuk melakukan uji publik sebelum aturan tersebut ditetapkan.

Legislator dari daerah pemilihan Jawa Timur IV Lumajang Jember menekankan perlunya melibatkan akademisi dari berbagai perguruan tinggi dan aktivis lingkungan dalam uji publik, agar aturan yang dihasilkan tidak merugikan lingkungan dan masyarakat nelayan.

Amin menyuarakan kekhawatiran terkait polemik di sekitar izin ekspor pasir laut, yang diperhalus pemerintah menjadi ‘pengelolaan hasil sedimentasi laut’ dan diduga melibatkan kepentingan pihak tertentu.

“Ekspor pasir laut lebih banyak mudhorotnya dibanding dengan manfaatnya. Aktivitas tersebut tidak memiliki manfaat bagi masyarakat sekitar, terutama para nelayan. Pengerukan pasir laut bahkan dapat merusak lingkungan dan merugikan masyarakat pesisir,” ujarnya. Jum’at (12/01/2024).

Ia mencatat adanya potensi konflik kepentingan, seperti dalam kegiatan penambangan pasir laut di Provinsi Aceh yang diduga operator penambangan dimiliki seorang Menteri.

Pengerukan pasir laut juga dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan merugikan masyarakat pesisir.
Ia mengkritik kurangnya konsistensi dan ketegasan pemerintah dalam mengawasi dan menegakkan aturan terkait pengerukan pasir laut di wilayah remote (sulit dijangkau).

Amin menyoroti bahwa Peraturan Pemerintah No. 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di laut tidak hanya bertentangan dengan Undang-Undang No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, tetapi juga dapat merusak lingkungan dan berdampak negatif pada nelayan. Ia bahkan mengusulkan pencabutan peraturan tersebut karena dianggap lebih banyak mudharatnya.

Selain itu, Amin mencatat bahwa bisnis ekspor pasir laut telah merusak lingkungan selama beberapa dekade terakhir. Dampak negatifnya melibatkan kerusakan pada daerah pesisir, terumbu karang, dan hilangnya beberapa pulau kecil.

“Saya bahkan meminta pemerintah lebih baik mencabut PP No 26/2023 karena lebih banyak mudhorotnya,” tegas Amin.
Amin juga menyoroti bahwa kebijakan tersebut lebih menguntungkan Singapura, yang sebelumnya mendapatkan pasir laut utama dari Indonesia untuk reklamasi lahan.

“Sederhananya, kita memberikan tanah kita untuk digunakan negara lain memperluas wilayahnya. Lahan mereka menjadi lebih luas, namun tanah yang digunakan tetap milik kita,” bebernya.

Meskipun pemerintah mempertahankan bahwa peraturan ini diterapkan untuk meningkatkan penerimaan negara, banyak pihak mencurigai bahwa peraturan tersebut dapat dimanfaatkan oleh politisi untuk mendapatkan dana menjelang pemilihan umum 2024 atau setelahnya.

Selain PP No. 26/2023, kebijakan terkait pemanfaatan pasir laut juga diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 5/2021 tentang Pelaksanaan Perizinan Berusaha, yang menimbulkan konflik kewenangan antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.